> KETIKA TANGAN MUNGIL ITU MENJULUR KELUAR…

18 Apr

Seperti biasa menjalani aktifitas pekerjaan saya awali dengan ritual membaca doa bersama dengan teman-teman satu unit. Berharap semoga shift sebelumnya bisa pulang dengan selamat sampai di rumah dan shift selanjutnya dimudahkan, dilancarkan, tidak ada masalah apa-apa dalam bekerja. Ya tidak ada masalah apa-apa itu yang selalu saya harapkan. Hal selanjutnya yang saya lakukan adalah langsung touching ke masing-masing pasien. Karena kebetulan beberapa hari ini unit saya selalu kebanjiran pasien (hmm… mungkin memang lagi musim orang melahirkan ya?) maka tidak bijak untuk menunda-nunda meyelesaikan pekerjaan. Semakin sore semakin sibuk saja. Saya dan teman satu shift saya (senior saya) hampir-hampir tidak bertegur sapa. Masing-masing sedang berusaha menyelesaikan tugasnya. Pasien satu selesai, datang pasien yang lain, dan semuanya memerlukan tindakan. Huff…sudah mulai terasa pegal kaki ini. Tapi Alhamdulillah sejauh ini masih bisa di handle

Dan momen yang mengejutkan itu datang juga. “Kriing..kriing” suara telepon berbunyi di depan saya. Teman saya mengangkatnya dan berbicara dengan orang diseberang sana. Setelah berbicara singkat ditutupnya telepon itu. Tanpa melihat ke arah saya (karena kita sibuk mengerjakan pekerjaan masing-masing) dia bercerita kalau telepon itu dari IGD, meminta salah satu dari kami untuk turun ke IGD memeriksa pasien rujukan yang mau melahirkan. Tapi karena unit kami sibuk, akhirnya teman saya meminta IGD untuk menghubungi bidan di poli kebidanan (yang lebih dekat dengan IGD) untuk memeriksa. Namun tak lama berselang tiba-tiba terdengar suara roda tempat tidur pasien yang didorong ke arah unit kami. Dan “Blakk” pintu terbuka. Seorang wanita berumur sekitar 30 tahunan terbaring di atas tempat tidur. Disusul dua bidan dari poli di belakangnya. “Tangan bayinya sudah keluar!!” begitu penjelasan singkatnya. Dan kami pun segera paham. Kasus emergensi. Segera kami siapkan ruangannya. Secepat mungkin kami berusaha bergerak. Wow selalu saja sensasi seperti ini menyergap ketika saya dihadapkan pada kasus-kasu gawat, merasa bagai berada dalam situasi salah satu film favorit saya: ”E.R (Emergency Room)”. Ketika si pasien sudah pindah ke kamar tindakan dan dibuka penutup tubuh bagian bawahnya, Astaghfirullah!!! Terlihat tangan mungil bayi itu sudah menjulur keluar dari jalan lahir.  Sampai sebatas lengan. Tangan itu begitu mungil, dan tidak bergerak! Segera salah satu teman saya mengambil Doppler dan berusaha mencari bunyi jantung si bayi. Sementara saya sedang mencari-cari pasien ini rujukan darimana, dengan kasus apa. Dan saya temukan lah surat rujukan itu. Disitu tertulis rujukan untuk dua hari yang lalu untuk dilakukan tindakan operasi segera dengan indikasi posisi bayi melintang dan sudah mulai ada pembukaan. Ketika saya kembali ke pasien itu. Salah satu teman saya sedang berkomunikasi dengan si pasien tersebut dan didapatkan pernyataan yang sungguh membuat saya gregetan. “Sebenarnya saya disuruh ke rumah sakit sejak dua hari yang lalu karena bayi saya tidak mungkin lahir normal, tapi saya menundanya, siapa tahu mules-mules yang saya rasakan bisa hilan, terus ketuban saya sudah pecah sejak siang tadi. Bayi saya sudah saya rasakan tidak bergerak-gerak sejak kemarin” ibu itu menjelaskan dengan mimik wajah tanpa ekspresi bersalah sedikitpun, hanya sesekali meyeringai menahan sakit akibat kontraksi yang dirasakannya. Allah, ingin sekali saya memarahi pasien itu habis-habisan. Air mata saya selalu ingin menyeruak setiap kali saya melihat tangan mungil yang sudah tidak bergerak dan mulai membiru itu.

Sungguh saya tidak habis pikir dengan cara berpikir ibu ini. Saya sungguh tidak terima dengan tindakan dia yang terlalu meremehkan sesuatu, yang seolah-olah tidak mempercayai kami sebagai pihak medis ketika menyarankan tindakan operatif. “Ahh…itu kan kata suster dan dokter yang pengin maen operasi aja…” begitu mungkin pikiran mereka sehingga mereka sampai mau bertaruh sesuatu yang berharga seperti ini. Dan bersamaan dengan pikiran saya yang berkecamuk seperti itu, ternyata teman saya tidak menemukan suara jantung si bayi. Semakin penuhlah emosi saya. Sungguh saya tidak bisa terima menghadapi kondisi seperti ini. Mengorbankan nyawa ibu atau bayi hanya karena alasan berpikir seseorang: “tunggu dululah, siapa tahu bisa normal…” . dan ketika tinggal kami berdua (saya dan pasien tersebut) saya menangis di depannya. Saya tanya kenapa dia setega ini terhadap bayinya? Kenapa dia menganggap remeh sesuatu yang bisa membahayakan dia dan bayinya? Kenapa dia tidak segera menuruti saran dari puskesmas yang merujuknya untuk segera operasi? Sungguh saya semakin pilu melihat tangan kecil itu… dan pada akhirnya saya hanya bisa bilang kepada ibu tersebut untuk sabar menerima kenyataan ini…

Tapi Allah memang Maha Sempurna. Setelah kami berkolaborasi dengan dokter kebidanan dan dilakukan operasi ternyata si bayi masih bernapas…Alhamdulillah masih hidup! Allah masih memberi kepercayaan kepada si ibu tersebut untuk menjaga amanah Nya. Tak henti-hentinya kami bersyukur atas kebesaran ini. Saya dan teman saya sampai menunda pulang untuk melihat langsung keadaan si bayi yang telah melewati masa-masa menyakitkan menjelang kelahirannya. Subhanallah, bayi itu terlihat masih merah.. tapi di bagian dada kirinya sampai tangannya terlihat lebam kebiruan dan bengkak. Itu akibat dia terjepit terlalu lama di jalan lahir. Ternyata penderitaanya belum berakhir, kata dokter anak yang menanganinya si bayi sudah mengalami infeksi dan harus langsung mendapatkan terapi antibiotik (ohh..malang benar sekecil itu sudah mendapatkan antibiotik). Belum lagi perlunya bayi itu di rontgen untuk melihat apakah lengannya patah atau tidak karena terlalu lama terjepit di jalan lahir itu.
Hmm..mungkin kita memang tidak bisa sepenuhnya menyalahkan si ibu dan keluarganya. Mungkin banyak hal yang menyebabkan dia menunda tindakan operatif sampai terjadi seperti ini. Saya yakin sebenarnya dia dan keluarganya pasti tidak pernah mengharapkan mengalami kejadian ini. Mungkin alasan finansial, pengetahuan yang kurang yang menyebabkan mereka seperti itu. Tapi sekali lagi sebisa mungkin hal itu tidak selalu dijadikan alasan untuk menunda tindakan medis yang perlu segera dilakukan. Agar kita semua tidak perlu merasakan miris lagi.

2 Tanggapan to “> KETIKA TANGAN MUNGIL ITU MENJULUR KELUAR…”

  1. bundamahes 19 April 2010 pada 6:49 am #

    hiks..kasian dedeknya!
    yang jelas saya marah sama si ibu! >.<
    masalah finansial bisa dicari! nyawa adalah segala-galanya! sebeeeeeellllllllllllllllllll….

  2. lelybundajazleen 20 April 2010 pada 2:08 am #

    huhu….sungguh terlalu.Masya Allah,pengen nangis mulu niy baca blog ini…

Tinggalkan komentar